Thursday, April 11, 2013

Kisah Para TKW Yang Terzalimin di Jeddah

SOSIAL

 

Kisah Para TKW di Jeddah yang Terzalimi karena Bertahun-tahun Tak Digaji




Ini masih tentang kisah pilu para tenaga kerja wanita (TKW) di Arab Saudi. Beberapa di antara mereka merasa dizalimi majikannya karena belasan tahun tidak digaji. Kini para wanita malang itu menunggu ’’keajaiban” di tempat penampungan Konjen RI di Jeddah.
 UMURNYA tak lagi muda, sekitar 67 tahun. Nama lengkapnya Sumiati binti Mohammad Badri. Wanita asal Cilacap itu adalah salah seorang penghuni di tempat penampungan TKW bermasalah di Konjen RI Jeddah.
Sumiati menceritakan, dirinya bekerja di salah satu keluarga di Makkah sejak 1993. ’’Selama 17 tahun saya bekerja, sembilan tahun saya tidak digaji,” katanya dengan tatapan mata menerawang.
    ’’Setiap saya minta (gaji) harus dibayar, majikan saya sering ngomong uangnya sudah disetor ke bank atas nama saya. Padahal, itu semua bohong,” tuturnya.
      Sumiati lantas datang ke Konjen RI di Jeddah untuk mencari bantuan hukum agar bisa mendapatkan kembali upahnya sembilan tahun itu. Jika ditotal, nilainya 64.800 riyal (sekitar Rp162 juta kurs Rp2.500 per riyal).     ’’Saya pengin hasil jerih payah saya selama bertahun-tahun itu dihargai. Itu kan hak saya,” pungkasnya.
      Nasib sama juga dialami Iim binti Samad. Wanita 52 tahun asal Cianjur, Jawa Barat, itu malah lebih parah. Dia menceritakan, selama 13 tahun bekerja untuk keluarga Jeddah, dirinya hanya dibayar 1 tahun 10 bulan.
    ’’Majikan saya berutang kepada saya uang gaji selama 11 tahun 2 bulan. Saya seharusnya menerima kira-kira 80.400 riyal (sekitar Rp201 juta),” bebernya.
      Rasmirah binti Bana (35), juga dari Cianjur, mengatakan, selama 14 tahun bekerja hanya menerima upah dari majikannya selama satu tahun.  Karena itu, dia pun menuntut majikannya membayar 93.600 riyal (Rp234 juta) untuk 13 tahun bekerja. ’’Saya ke Saudi setelah suami meninggal. Saya meninggalkan anak saya yang berumur dua tahun. Saya belum mau pulang karena perlu uang itu untuk biaya sekolah anak saya,” ujarnya.
      Satu lagi TKW, juga asal Cianjur, Cucu Fatimah binti Emen (29), mengaku bekerja sejak 1999. Dia awalnya bekerja untuk sebuah keluarga di Jeddah selama satu tahun delapan bulan. ’’Tetapi, mereka hanya membayar saya selama satu tahun empat bulan dan mengirim saya ke adik majikan perempuan. Di sinilah saya tidak diupah, meski telah bekerja sembilan tahun empat bulan,” ujarnya.
      Dalam kasus tersebut, dia menuntut majikannya membayar 69.600 riyal (sekitar Rp174 juta) untuk sembilan tahun delapan bulan bekerja. Jika diterima, uang itu akan digunakan untuk memulai hidup baru di Indonesia dengan membeli sebidang tanah yang akan digarap bersama orang tua.     ’’Saya nggak mau lagi bekerja di Saudi. Mereka banyak bohongnya,” lirihnya.
      TKW dari Jatim juga ada yang menjadi korban gaji tak dibayar. Namanya Sugini binti Tukiman. TKW 40 tahun asal Banyuwangi itu mengaku ke Saudi dengan membawa visa pekerja tiga bulan. Tetapi, setelah bekerja untuk sponsor pertama selama 24 hari, dia meminta agen perekrutan mentransfer ke keluarga lain. “Tapi, selama lima tahun, dua bulan, dan 24 hari bekerja, saya hanya dibayar untuk dua tahun. Jadi mereka utang ke saya 23.280 riyal (Rp58 juta),” bebernya.
      Akankah gaji-gaji yang tak terbayar seperti kisah di atas bakal bisa terbayar? Mampukah pemerintah melalui Konjen RI di Jeddah mewujudkan harapan para TKW yang bernasib malang itu?
    Konsul Jenderal (Konjen) RI di Jeddah Zakaria Anshar yang ditemui di kantornya mengatakan, hampir semua penghuni barak penampungan di konjen adalah TKW dengan kasus tidak dibayar. Mereka berharap, konjen dapat membantu. “Rata-rata TKW legal yang melapor ke sini. Kalau yang ilegal, biasanya kalau sudah bonyok, dipukuli majikannya, baru melapor ke sini,” tuturnya.
      Untuk membantu kasus gaji tak terbayar itu, pihak konjen biasanya melakukan mediasi langsung kepada pihak sponsor (majikan). “Kami sering panggil sponsornya. Kami tanya mengapa tidak dibayar gaji mereka. Bagaimanapun, mereka telah bekerja dan harus mendapatkan imbal balik atas keringatnya selama ini. Biasanya mereka bayar kalau memang merasa bersalah,” ungkapnya.
      Namun, ada juga majikan yang merasa benar dan tidak mau memberikan hak-hak TKW. Untuk itu, pihak konjen akan menyediakan bantuan hukum guna memproses hak-hak TKW melalui pengadilan.     “Pengacara yang kami sediakan adalah penduduk asli yang mengerti hukum Saudi. Prosesnya akan berbelit-belit, lama waktunya bergantung prosesnya masing-masing,” tuturnya.
      Ada juga beberapa TKW yang ogah bertele-tele memproses penarikan gajinya yang belum terbayar. Yang begitu biasanya memilih langsung pulang. Caranya, tinggal di bawah kolong jembatan Kandara daripada harus melapor atau meminta bantuan konsulat jenderal. “Mereka itu memang sengaja tinggal di Kandara supaya bisa dipulangkan oleh pemerintah Saudi karena tidak ada anggaran khusus dari pemerintah Indonesia untuk memulangkan mereka,” papar Zakaria.
      Zulkarnain menyatakan cukup kesulitan mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi TKI di Saudi karena wilayah kerjanya yang cukup luas. Untuk mengatasi kekurangan SDM (sumber daya manusia), konjen memiliki tenaga bantuan dari TKI yang bekerja di tiap wilayah.     ’’Mereka yang melaporkan jika terjadi sesuatu. Misalnya, kasus Sumiati (penganiayaan hingga bibir robek). Kami tahu dari perawat Indonesia yang kerja di Madinah,” jelasnya. (c1/wan)

1 comment:

  1. Dengan semua yg terjadi kepada TKW mau pun TKI indonesia..Semoga Kadubes RI bisa Menyelesaikan semua permasalahan yg terjadi pada saudara/saudari kita...Maka halnya Untuk Kerja di saudi itu Bagi saya Khusus TKW di tutup Total saja UNtuk Visa Saudi Arabia..Hal nya Saudi Bnyak Orang" Brengsek Dari akhlaknya..Moralnya Dsb...Yg Terkejam di Saudi FITNAH..Halnya HUKUM Berlaku Kepada Orang Pendatang saja..dan tidak berlaku Untuk Pribumi..Saya setuju Untuk Penutupan Visa Ke saudi arabia...!! Terima kasih...

    ReplyDelete