RENTENIR
( Bank Jalan )
Dalam hukum Islam meminjam uang di rentenir hukumnya riba.
Riba merupakan
perbuatan yang dibenci dan diharamkan Allah swt. Dalam QS Al-Baqarah (2): 275,
Allah swt berfirman, "dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba."
Bahkan
dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW
mengategorikan riba sebagai salah satu dari tujuh dosa besar yang harus
dihindari (HR Muslim).
Kemudian
di Hadits yang lain, Rasulullah saw melaknat kedua belah pihak yang melakukan
transaksi riba, juga orang yang menjadi saksi dalam transaksi tersebut (HR Abu
Daud).
Untuk itu bagi kaum lemah ( miskin ) berhati hatilah dalam meminjam uang renternir, anda tidak akan pernah merasakan kenikmatan apapun, dan bahkan untuk usahahpun tidak akan pernah berhasil, karena anda akan selalu di tekan dan di tekan untuk mengembalikan uang tersebut. Sebelum anda meminjam dan merasakan uang rentenir tersebut anda sudah di cekik duluan dengan bunga yang begitu besar dan penerimaan yang kurang dari apa yang anda pinjam.
Bayangkan
anda misalkan meminjam uang 1 juta, maka anda akan menerima 900 ribu yang Rp.
100.000,- alasannya uang administrasi
dan tabungan. Sedangkan pengembaliaanya adalah Rp. 1,2 juta artinya dalam 1
juta bunganya 20 % perbulan. Jadi perhari anda akan di kenakan pengembalian Rp.
40.000 . Bayangkan seharusnya uang sebesar itu untuk makan atau jajan anak kita
lebih dari cukup, malah menjadi beban biaya yang mencekik, dan itu harus
dibayar tanpa boleh menunggak. Kalau sampai menunggak, resikonya siap-siaplah
barang – barang anda akan kena sitaa. Atau anda akan didatangi orang bayaran
dari koperasi tersebut untuk menagih atau mengambil barang-barang berharga
anda.
Dan
satu hal, selama anda meminjam uang rentenir, jangan berharap uang yang di potong
dengan alasan tabungan akan kembali. Dan
andapun tidak akan pernah bisa menuntut pengembalian uang tabungan anda. Karena
para penagih akan lari bersama tabungan anda dan anda cari informasi apapun
akan menuai hasil nihil, karena mereka tidak akan pernah bisa di hubungi
apalagi koperasinya, karena mereka tidak akan menunjukan atau member tahukan
alamat dimana koperasi mereka berada, jadi kemanapun anda mencari tidak akan pernah
ketemu.
Contoh
kisah nyata seorang teman, dia hampir 1 tahun berlangganan meminjam uang dan
selalu lunas dan tambah lagi tambah lagi sehingga hasil tabungannya cukup
meningkat.
Suatu
ketika saat tabungannya sudah banyak, dan dia
mau memperpanjang lagi pinjamannya di putus alasannya dari kantor tidak
dapat pinjaman lagi, Nah dari situ harapannya untuk mengambil uang tabungan
dari sekian kali meminjam yang hampir satu tahun lamanya, raib dan tidak bisa
diambil. Karena para penagihnya tidak bisa dihubungin, dan untuk mencari
alamatnyapun tidak tahu. Jadi disini
kita lebih baik miskin atau usaha dengan hasil modal sendiri, tanpa melibatkan
rentenir atau orang yang meminjamkan uang atas nama koperasi. koperasi yang melakukan peminjaman ala
rentenir yaitu Koperasi Mandiri Jaya, setelah dilacak melalui internet,
ternyata semuanya fiktif alias tidak ada.
Maka
dari itu kita sebagai umat muslim, berhati hati dan waspada, lebih baik menolak
dari iming-iming mereka meminjamkan uang dari pada anda akan terjebak dalam
dunia syetan, sebab dalam Islam, rentenir adalah haram dan pengharaman riba ini
tidak dilakukan dalam satu kali tahap, melainkan dilakukan secara gradual
(bertahap). Ini karena praktik riba (yang merupakan tradisi kaum Yahudi) sudah
mengakar di kalangan masyarakat Arab saat itu, sama seperti kebiasaan meminum
khamar.
Menurut Al-Maraghir, seorang mufasir asal Mesir, pengharaman riba dilakukan dalam empat tahap:
Pertama, Allah hanya menegaskan riba bersifat negatif. Allah berfirman, "Dan suatu riba (kelebihan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak bertambah di sisi Allah." (QS. Ar-Ruum [30]: 39)
Kedua, Allah memberi isyarat tentang keharaman riba melalui kecaman-Nya terhadap praktik riba di kalangan masyarakat Yahudi. Allah berfirman, "Dan disebabkan mereka makan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang lain dengan jalan yang batil." (QS. An-Nisaa` [4]: 161)
Ketiga, Allah yang mengharamkan riba yang berlipat ganda. Dia berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda." (QS. Ali Imran [3]: 130) Pada ayat ini, hanya riba yang berlipat ganda saja yang diharamkan.
Keempat, Allah mengharamkan riba secara total dalam segala bentuknya, baik yang berlipat ganda ataupun tidak. Dia berfirman, "dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah [2]: 275). Riba ini lebih jahat daripada zina. Maka sebaiknya dihindari.
Arti Riba
Dalam bahasa Arab, kata 'riba' berasal dari kata 'rabaa yarbuu' yang berarti tumbuh, berkembang, atau bertambah. Jadi, riba berarti kelebihan atau tambahan. Sedangkan menurut istilah, riba adalah kelebihan harta dalam suatu muamalah (transaksi), dengan tidak ada imbalan atau gantinya.
Macam-macam Riba
- Riba al-fadhl
Kelebihan pada salah satu harta sejenis yang diperjualbelikan dengan ukuran syara' (timbangan atau takaran). Misal, 1 kg gula dijual dengan 1 ¼ kg gula lainnya. Kelebihan ¼ kg gula dalam jual beli ini disebut dengan riba al-fadhl.
- Riba an-nasii'ah
Kelebihan atas piutang yang diberikan orang yang berutang, kepada orang yang mengutanginya, karena ada faktor penundaan waktu pembayaran. Misal, Badu berhutang kepada Budi Rp 200 ribu, yang pembayarannya dijanjikan bulan depan, dengan syarat pengembalian itu dilebihkan menjadi Rp 250 ribu.
Semua ulama sepakat mengharamkan praktik riba, karena dianggap sama persis dengan praktik riba yang berkembang di kalangan masyarakat Jahiliyah dulu, yang kemudian diharamkan oleh Islam. (*)
Menurut Al-Maraghir, seorang mufasir asal Mesir, pengharaman riba dilakukan dalam empat tahap:
Pertama, Allah hanya menegaskan riba bersifat negatif. Allah berfirman, "Dan suatu riba (kelebihan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak bertambah di sisi Allah." (QS. Ar-Ruum [30]: 39)
Kedua, Allah memberi isyarat tentang keharaman riba melalui kecaman-Nya terhadap praktik riba di kalangan masyarakat Yahudi. Allah berfirman, "Dan disebabkan mereka makan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang lain dengan jalan yang batil." (QS. An-Nisaa` [4]: 161)
Ketiga, Allah yang mengharamkan riba yang berlipat ganda. Dia berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda." (QS. Ali Imran [3]: 130) Pada ayat ini, hanya riba yang berlipat ganda saja yang diharamkan.
Keempat, Allah mengharamkan riba secara total dalam segala bentuknya, baik yang berlipat ganda ataupun tidak. Dia berfirman, "dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah [2]: 275). Riba ini lebih jahat daripada zina. Maka sebaiknya dihindari.
Arti Riba
Dalam bahasa Arab, kata 'riba' berasal dari kata 'rabaa yarbuu' yang berarti tumbuh, berkembang, atau bertambah. Jadi, riba berarti kelebihan atau tambahan. Sedangkan menurut istilah, riba adalah kelebihan harta dalam suatu muamalah (transaksi), dengan tidak ada imbalan atau gantinya.
Macam-macam Riba
- Riba al-fadhl
Kelebihan pada salah satu harta sejenis yang diperjualbelikan dengan ukuran syara' (timbangan atau takaran). Misal, 1 kg gula dijual dengan 1 ¼ kg gula lainnya. Kelebihan ¼ kg gula dalam jual beli ini disebut dengan riba al-fadhl.
- Riba an-nasii'ah
Kelebihan atas piutang yang diberikan orang yang berutang, kepada orang yang mengutanginya, karena ada faktor penundaan waktu pembayaran. Misal, Badu berhutang kepada Budi Rp 200 ribu, yang pembayarannya dijanjikan bulan depan, dengan syarat pengembalian itu dilebihkan menjadi Rp 250 ribu.
Semua ulama sepakat mengharamkan praktik riba, karena dianggap sama persis dengan praktik riba yang berkembang di kalangan masyarakat Jahiliyah dulu, yang kemudian diharamkan oleh Islam. (*)
HUKUM DAN TINDAKAN UNTUK RENTENIR ( meminjamkan uang RIBA )
Tindak pidana lain yang dapat
diterapkan dalam pemberantasan rentenir adalah melalui penerapan Undang-undang
Pelepas Uang atau yang dikenal juga sebagai Undang-undang Meminjankan Uang (Geldshieters
Ordonantie), yang dimuat pada Lembaran Negara 1938 Nomor : 523 (S.1938
Nomor 523), yang berlaku di sini hingga kini dengan landasan Pasal II Aturan
Peralihan UUD 1945. Pengertian Meminjamkan Uang atau Pelepas uang dapat
diketahui dari pasal 2 Undang-undang Pelepas Uang, yaitu 1) suatu badan
hukum (natuurlijke person) atau seseorang (rechtsperson) dengan
maksud mencari keuntungan atau tidak, dengan nama atau bentuk apapun juga
menjalankan sebagai mata pencaharian atau menjalankan perusahaan dengan cara
mengadakan, begitu juga menyelesaikan perjanjian pinjam-meminjam uang; 2)
Seseorang yang disamping mempunyai mata pencarian tetap, juga meminjamkan
uangnya tersebut sebagai mata pencarian kedua.
Sedangkan pengertian dari perjanjian pinjam-meminjam uang, menurut pasal 3 ayat
1 Undang-undang Pelepas Uang adalah setiap perjanjian dengan penyebutan apapun
atau dalam bentuk apapun juga yang secara jelas mempunyai tujuan untuk menyediakan
secara langsung atau tidak langsung sejumlah uang bagi pemimjam dengan
kewajiban bagi pemimjam, untuk setelah jangka waktu tertentu melunasi hutangnya
baik secara keseluruhan maupun secara angsuran dengan membayar kembali sejumlah
uang yang sama atau yang lebih tinggi maupun dengan menyerahkan sesuatu benda
tertentu atau sejumlah barang.
Pada pasal 1 Undang-undang Pelepas Uang disebutkan :”Pekerjaan atau Usaha
yang bertujuan meminjamkan uang hanya dapat dilakukan, jika ada izin tertulis
dari pejabat yang berwewenang”.
Dengan demikian setiap pelepas uang atau Rentenir ketika menjalankan usahanya
musti mendapatkan izin terlebih dahulu dan tidak boleh melakukan praktek riba
(pasal 2 ayat 1 Undang-undang Riba atau Woeker Ordonantie, yang tertuang
pada Lembaran Negara 1938 Nomor 524).
Pemberantasan rentenir atau pelepas uang, yang tidak memiliki izin dapat
dipidana dengan sanksi pidana sebagaimana yang ditentukan pada pasal 17
Undang-undang Pelepas Uang, yang menyatakan :”Seseorang atau badan hukum
yang tidak memiliki izin sebagai pelepas uang, sebagaimana disebutkan pada
pasal 1, dikenakan pidana penjara maksimum 2 tahun 8 bulan”. Sedangkan bagi
kuasa dari Rentenir yang tidak memiliki izin bisa dikenakan ancaman pidana yang
diatur pada pasal 18 Undang-undang Pelepas Uang, dengan ancaman pidana maksimun
6 bulan.
Nara Sumber MUI Lampung
No comments:
Post a Comment